Entri Populer

Sabtu, 27 November 2010

Tata Cara Merapatkan dan Meluruskan Shaf

Tata Cara Merapatkan dan Meluruskan Shaf

Apabila kita melakukan shalat berjamaah di beberapa masjid di Indonesia ini, akan kita dapati sebagian saudara-saudara kita yang melakukan shalat berjamaah tidak memperhatikan tentang pentingnya merapatkan dan meluruskan shaf di dalam shalat berjamaah.
Berikut ini poster "Tata Cara Merapatkan dan Meluruskan Shaf" yang bisa Anda download dan semoga bermanfaat untuk memperbaiki kualitas shalat berjamaah kita, yang mana di antara kesempurnaan shalat berjamaah adalah dengan merapatkan dan meluruskan shaf.

Klik gambar untuk DOWNLOAD dan melihat tampilan yang asli

Kamis, 25 November 2010

Misteri Jabal Magnet Di Arab Saudi


Tuesday, 05/10/2010 08:46 WIB | email | print | share

Nama Jabal Magnet (Magnetic Hill) atau Gunung Magnet semakin lama semakin populer di Arab Saudi. Tempat ini menjadi favorit bagi para jamaah haji maupun umroh—terutama dari Asia.
Jabal Magnet terletak kira-kira 60 kilometer dari Kota Madinah. Perjalanan menuju kawasan Jabal Magnet dari Madinah dipenuhi sejumlah perkebunan kurma dan hamparan bukit berbatuan. 10 kilometer menjelang Jabal Magnet, ada sebuah danau buatan yang besar. Gunung Magnet didominasi warna hitam dan merah bata.
Keanehan yang paling kentara di daerah ini adalah mobil berjalan sendiri ke arah berlawanan (mundur), bahkan sanggup mendaki tanjakan. Tidak hanya itu, jarum penunjuk kompas juga tidak bekerja sebagaimana mestinya. Arah utara-selatan menjadi kacau. Selain itu, data di telepon seluler bisa hilang di lokasi itu.
Magnetic Hill, atau warga setempat menyebutnya Manthiqa Baidha, yang berarti perkampungan putih. Namun, banyak yang menamainya Jabal Magnet. Daya dorong dan daya tarik magnet di berbagai bukit di sebelah kiri dan kanan jalan, membuat kendaraan yang melaju dengan kecepatan 120 kilo meter per jam, ketika memasuki kawasan ini, kecepatannya perlahan-lahan turun menjadi 5 kilo meter per jam.
Jabal Magnet yang menjadi kawasan wisata penduduk Madinah awalnya ditemukan oleh orang suku Baduy. Saat itu seorang Arab Baduy menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Namun karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobil, tapi tidak memasang rem tangan.
Ketika sedang melakukan hajatnya, ia kaget bukan kepalang, mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. Ia berusaha mengejar, tapi tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, mobilnya tersebut baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan.
Saat musim haji, banyak jamaah yang menyambanginya. Pemerintah Arab Saudi lalu membangun jalan menuju lokasi tersebut. Di daerah yang terhitung hijau karena banyak ditumbuhi pohon kurma itu, juga dilengkapi sarana wisata lainnya. Ada tenda-tenda untuk pengunjung, ada mobil mini yang bisa disewa untuk merasakan tarikan medan magnet itu.
Secara geologis, fenomena Jabal Magnet bisa dijelaskan dengan logika. Karena, Kota Madinah dan sekitarnya berdiri di atas Arabian Shield tua yang sudah berumur 700-an juta tahun. Kawasan itu berupa endapan lava "alkali basaltik" (theolitic basalt) seluas 180.000 km persegi yang berusia muda (muncul 10 juta tahun silam dengan puncak intensitas 2 juta tahun silam). Lava yang bersifat basa itu muncul ke permukaan bumi dari kedalaman 40-an kilo meter melalui zona rekahan sepanjang 600 kilo meter yang dikenal sebagai "Makkah-Madinah-Nufud volcanic line". (sa/aharpenas/detik/juandry/)
 

Rabu, 24 November 2010

Hafidz Cilik Pertama Negeri Samurai

Hafidz Cilik Pertama Negeri Samurai

Rabu, 24/11/2010 07:29 WIB | email | print | share
Oleh LIzsa Anggraeny
"Kono tabi, hajimete no Qur`an zen-ankisha (danshi 11-sai) ga tanjoushimashita" "Telah 'lahir,' seorang hafidz Qur`an pertama di Jepang (anak laki-laki 11 tahun)."Begitu kira-kira terjemahan kalimat di atas. Sebuah berita yang saya terima melalui e-mail dari salah satu Masjid di Jepang. Tentu, membaca berita tersebut, sontak mata terbelalak.
Antara gembira, terharu dan tak percaya. 11 tahun? Anak laki-laki? Hafidz cilik pertama di Jepang? Allahu Akbar! Ada kebanggaan tersendiri meyelusup di hati. Ingatan saya lalu mulai berjalan pada seorang anak laki-laki berkaca mata. Sama dengan anak-anak sebaya lainnya, Ia polos dan kadang penuh dengan ulah.
Saya biasa bertemu dengan lelaki cilik tersebut di tangga masjid. Dengan santainya Ia duduk, kadang menyapa saya, sambil sesekali mulutnya komat-kamit. Iseng sering saya tanya "Lagi ngapain? Sudah sampai mana hapalannya?" Dengan santai ia akan menjawab ala kadarnya "Wakaranai... !" (Ngga tahu) Kalau akhirnya, laki-laki cilik tersebut menjadi seorang hafidz di usianya yang masih belia. Tentu betapa gembiranya saya, yang selalu bertemu dengannya di tangga masjid.
Saya membayangkan kedua orang tua laki-laki cilik tersebut. Melebihi saya, sudah tentu mereka memiliki kebanggaan dan kebahagiaan yang berlipat-lipat dari saya.Tinggal di Jepang, mencetak anak menjadi seorang penghapal Qur'an? Tentu bukan perjuangan yang mudah. Di mana lingkungan kadang tidak mendukung, kendala menggunung dan rintangan menggulung.Belum lagi tarikan kuat teman-teman Jepang yang kadang mengalahkan niatan.
Selain lelaki cilik berkacamata yang saya kenal, ada juga beberapa anak usia belia lainnya yang kini tengah mengikuti program kelas hafidz hafidzah di masjid tersebut.
Kadang, ada perasaan kasihan melihat mereka yang masih belia, datang di sore menuju kelas hafidz Qur`an. Tentu mereka lelah, sedari pagi dan siang berada di sekolah umum Jepang, dan sorenya pergi ke kelas Qur`an di masjid. Perjalanan yang mereka tempuhpun tidaklah dekat. Turun naik bus ataupun kereta harus dijalani. Namun, tak ada sedikitpun keluhan yang pernah saya dengar dari mereka.
Di usia belia, sepertinya mereka menikmati "adventure" perjalanan menuju kelas Qur`an. Tetap ceria, penuh polah dan lincah berlari-lari. Bertemu dengan teman sebaya sesama muslim - bagi mereka yang tinggal di lingkungan Jepang non muslim- sepertinya menjadi sesuatu yang dinanti dan memiliki daya tarik tersendiri. Layaknya bertemu sahabat lama, mereka akan langsung saling bercerita dengan penuh semangat.
Bergugurlah konsep-konsep "kasihan" saya yang selama ini kadang tak sengaja muncul di benak. Batapa naifnya saya. Bukankah sebuah kebanggaan jika anak-anak tersebut nantinya yang akan menancapkan peradaban Islam Jepang? Bukankah merupakan sebuah aset berharga jika nantinya banyak hafidz hafidz cilik menggaungkan kalimat Allah di negeri samurai? Untuk mewujudkan itu semua tidak akan mungkin bisa tanpa mengkondusifkan anak-anak dalam suasana qur`ani, bukan?
Saya teringat si kecil yang kini genap berusia 2 tahun? Akan saya jadikan apa si kecil yang menjadi amanah saya saat ini? Akan saya wariskan apa padanya untuk menapaki kehidupan? Akan saya hadiahkan apa padanya yang dapat membuatnya bahagia dunia akhirat? Mampukah saya mencetaknya menjadi generasi qurani? Menjadi barisan generasi hafidz di negeri samurai ini?
Betapa bahagianya jika suatu saat nanti si kecil mendapatkan hadiah berupa "Tajul Karamah." Hadiah dari Allah berupa "Mahkota Kemuliaan" yang diberikan bagi mereka para penghapal Al Qur`an. Dan betapa bahagianya saya jika di akhirat kelak mendapatkan "Tajan min Nur." Hadiah berupa "Mahkota Bercahaya"yang cahayanya lebih gemerlap dari cahaya mataharibagi orang tua yang telah mencetak si buah hati menjadi generasi Qur`ani.
Subhanallah.... Betapa luar biasanya balasan yang disediakan oleh Allah Ta`ala. Saya percaya, setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dan saya percaya tentu banyak orang tua yang menginginkan tajul karamah bagi si buah hati dan tajan min nur bagi dirinya. Menggiring diri, buah hati dan suami menuju jalan ke surga-Nya. Meski mungkin jalan untuk mewujudkan impian tersebut tidaklah semudah yang dipikirkan.
Terutama bagi keluarga muslim di negeri samurai khususnya, dan negeri minoritas secara umum, yang dimana lingkungan kadang tidak mendukung. Tapi saya lebih percaya jika niat membentuk generasi qurani sudah tertanam, Allah akan memudahkan segalanya. Faidza azamta fa tawakal alallah "Ketika sudah bertekad, bertawakallah kepada Allah" Suatu karunia paling berharga jika suatu saat negeri samurai akan penuh dengan tabuhan genderang, suara-suara indah para hafidz hafidzah dari negerinya sendiri.
Allahu Akbar! *** “Barang siapa belajar Al-Qur’an, mengajarkan dan mengamalkannya, kelak akan dikenakan padanya mahkota yang bercahaya di hari kiamat. Sinarnya menyamai terang matahari dan kedua orang tuanya pun diberi dua pakaian yang tidak dapat dibandingi dengan gemerlap dunia. Mereka berdua kemudian bertanya keheranan: “Karena amalan apakah kami berdua berhak diberi pakaian ini? lalu dikatakan: “Karena buah hati kalian telah belajar, mengajar dan mengamalkan Al-Qur’an” (HR. Al-Hakim)
Wallahu`alam bishowab
Sepenggal catatan aishliz et multiply.com

Senin, 15 November 2010

Tersisakah Keimanan di Hatimu?

Tersisakah Keimanan di Hatimu?

Oleh Anung Umar
Ketika sedang membahas tentang permasalahan hukum menikahi seorang pezina, beberapa hari lalu di kelas, tiba-tiba dosen yang mengajar berkata (dalam bahasa Arab, yang artinya kurang lebih), “Zina itu aib, makanya ketika seseorang melakukan zina, jangan disebar luaskan berita tentang perbuatannya. Karena, kalau mendengar sekali, mungkin orang merasakan risih dengannya, akan tetapi kalau beritanya tersebar dan berulang-ulang, orang-orang pun akhirnya akan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Makanya ada pepatah Arab yang berbunyi: ‘Bila sering terjadi kemaksiatan, maka sensitivitas (hati) pun berkurang. Dan bila sensitivitas berkurang, maka dikhawatirkan akan terjatuh pada kemaksiatan. “
Beliau juga berkata, “Dulu ketika saya baru menginjakkan kaki saya di negeri ini, melihat banyaknya wanita tabarruj (berhias untuk selain suami di muka umum), gelisah rasanya hati ini, tak kuat rasanya tinggal di sini. Karena di negeri saya, tak pernah saya melihat seorang wanita pun kecuali tertutup semua. Akan tetapi, setelah berlalu beberapa waktu di sini, perasaan itu mulai berkurang. Akhirnya timbul ‘toleransi’ sedikit demi sedikit, sampai akhirnya, yang saya lihat itu seakan-akan suatu yang biasa. Kalau dulu awal-awal di sini melihat wanita tabarruj saja, tidak betah, tapi sekarang, jangankan wanita tabarruj, melihat wanita ‘telanjang’ di jalan, pasar dan tempat publik lainnya pun seperti biasa saja. Saya jadi takut atas keimanan saya. Karena kalau rasa benci dan pengingkaran seseorang terhadap kemaksiatan berkurang dan terus berkurang, dikhawatirkan keimanannya akan hilang pula.”
Subhanallah! Meskipun engkau sebutkan borok-borok di negeri kami, saya tidak tersinggung, ustadz. Karena memang demikian adanya. Memang alangkah banyak kemaksiatan di negeri kami. Kami bisa “menikmatinya” di mana-mana: di TV, jalan, pasar, bis kota dan tempat-tempat lainnya. Kita dihadapkan dengan era di mana umbar aurat dan kemaksiatan dengan berbagai bentuknya merupakan suatu yang “lumrah” bahkan menjadi “tren”. Makin sempit dan ketat pakaian, maka makin “modern”, “gaul” dan “trendi”. Makin diumbar kecantikan, maka makin menampakkan “aura positif”. Sebaliknya, makin lebar pakaian, dan makin tertutup postur tubuh, maka makin “kuno”, “jadul” ,makin kembali ke “zaman unta.”
Dan yang dikhawatirkan, bila semua itu telah merajalela di mana-mana, maka orang yang “tak bersalah” pun akan merasakan getahnya. Kalau ia tidak berubah 100% menjadi barisan mereka, setidaknya, sedikit-banyak ia akan terwarnai dengan gaya hidup mereka. Wallahulmusta’an.
Kalau engkau takut, wahai ustadz, dengan keimanan yang ada pada dirimu, karena banyaknya kemaksiatan di sini, apalagi saya tentunya, yang lebih sedikit ilmu dan pengalamannya dibandingmu. Saya pun takut, jangan-jangan keimanan saya hampir menghilang. Bagaimana tidak, setiap hari disuguhi “panorama” orang-orang yang berpakaian “ala kadarnya”, “berpakaian tetapi telanjang” di jalan, di bis kota, seakan-akan tak ada “apa-apa” di hati saya. Saya tak merasakan gejolak darah yang mendidih, hati yang resah, dan badan yang bergetar ketika disajikan pemandangan seperti itu. Astaghfirullah, apakah sudah bebal hati ini? Sungguh, butuh kesabaran ekstra menjaga keimanan di zaman penuh fitnah ini!
Saya berdoa kepada kepada Allah, semoga terus memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada saya agar bisa istiqomah dalam agama-Nya dan teguh dalam menjalankan syariat-Nya. Dan saya juga memohon kepada-Nya agar memenuhi hati ini dengan kecintaan dan ketaatan kepada-Nya dan juga kecemburuan terhadap agama-Nya serta kebencian terhadap segala pelanggaran terhadap syariat-Nya, hingga akhir hayat nanti, hingga malakul maut menghampiri. Amin..
Jakarta, 6 Dzulhijjah 1431/ 12 November 2010
anungumar.wordpress.com

Walau Hanya Untaian Kata

Walau Hanya Untaian Kata

Oleh Ahmad Syukri

Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang mendirikan shalat 'Isya berjama'ah maka (ia mendapat pahala) seolah-olah mendirikan shalat separuh malam, dan barang siapa menunaikan shalat Subuh berjama'ah maka (ia mendapat pahala) seumpama mendirikan shalat sepanjang malam. (HR: Muslim)
SMS yang berisikan hadits di atas masih saja tersimpan di ponselku. Terhitung lebih sebelas bulan sudah. Enggan untuk menghapusnya. Sejak SMS itu, kini meninggalkan shalat subuh berjama'ah bukan lagi suatu hal yang ringan buatku. Menyesal, seperti memikul beban berat ketika luput dari jama'ah.
Seorang temanku bercerita. Dulu ia pernah sakit keras. Kurang lebih empat bulan lamanya ia terbujur tak berdaya, berpindah-pindah rumah sakit, tapi penyakitnya tidak juga sembuh. Penyakit yang membuat kedua orang tuanya hampir putus asa. Anehnya, tertimpa penyakit selama itu tidak membuatnya terlihat menderita. Hari-harinya diisi dengan wajah optimis, ia terus saja terlihat bersemangat mengejar kesembuhan. Kedua orang tuanya yang sangat iba melihat keadaannya pun heran melihat semangat anaknya itu. Ia mengungkapkan bahwa penyebab yang menjadikannya tetap terlihat bahagia adalah pesan singkat yang dikirim oleh sahabatnya melalui ponsel, berbunyi hadits Rasulullah SAW: "Jika Allah mencintai seorang hamba, Ia akan mengujinya".
Ajaib memang. Sebuah ungkapan yang tersusun dan terangkai dari beberapa kata, ketika menyentuh sanubari dan terpatri di dalam hati seseorang akan memberi pengaruh besar terhadap kehidupannya.
Hidayah Allah memang sulit ditebak. Sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh-Nya. Paman Rasulullah SAW yang mati-matian membela dakwah kenabian, meninggal dalam keadaan tidak beriman. Miris memang, ketika dia menghadapi detik-detik akhir menjelang penghujung hayatnya, dan disaat itu pemimpin umat, pembawa risalah kenabian, makhluk paling mulia berada di sampingnya berusaha menuntunnya untuk mengucapkan kalimat tauhid. Jika bukan karena sebuah ungkapan terlontar saat itu mungkin dia akan menjadi menjadi orang yang paling beruntung. Sebuah ungkapan yang menghalanginya merenggut kenikmatan abadi di surga. Sebuah ungkapan yang keluar dari mulut sahabatnya salah seorang pembesar Quraisy yang kufur.
"Apakah engkau sudi meninggalkan agama nenek moyangmu"
Lihat juga bagaimana dengan Umar RA!. Tidak diragukan lagi keutamaannya di sisi Rasulullah. Salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh Rasul. Khalifah kedua yang meneruskan risalah kenabian. Lihatlah! Ketika beliau tidak mampu mengendalikan diri disaat mendengar kematian orang yang paling dicintai olehnya bahkan lebih dari dirinya sendiri. Kabar yang membuatnya kalut sehingga menolak kenyataan. Lalu datanglah Abu Bakar RA menenangkannya, tapi ia tetap tidak mau mendengar. Akhirnya Abu Bakar RA berteriak dengan lantang menyatakan kebenaran: "Siapa saja yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya ia telah mati. Dan siapa saja yang menyembah Allah maka Ia akan tetap hidup, tidak akan pernah mati" lalu Abu Bakar melantunkan ayat: "Tidaklah Muhammad itu kecuali hanya seorang Rasul. Sesungguh telah berlalu sebelumnya para Rasul. Maka apabila ia wafat ataupun dibunuh apakah kamu akan kembali kepada (kekufuranmu) yang dahulu" (QS: Ali 'Imran: 144). Mendengar ucapan Abu Bakar RA, Umar RA langsung tersadar. Tubuhnya gemetar sehingga ia tersungkur menerima kebenaran. Seolah ayat itu baru pertama kali didengar olehnya.
Sifat lalai dan lupa selalu saja menghiasi manusia. Tidak ada yang sanggup menghindarinya kecuali hanya orang-orang yang dikehendaki oleh Allah. Oleh karenanya syari'at menganjurkan kita untuk selalu mengingatkan, menasehati, mengajak berbuat kebaikan serta melarang berbuat keburukan.
Salah seorang aktivis dakwah pernah bercerita tentang seorang raja. Suatu malam raja itu terlihat gelisah, sudah berjam-jam ia mencoba untuk terlelap. Tapi matanya tetap saja enggan terpejam. Akhirnya ia memerintahkan kepada para pengawalnya untuk berpatroli ke seluruh wilayah kerajaan dan memerintahkan seluruh rakyatnya supaya tidak tidur pada malam itu. Dengan membawa titah raja akhirnya para pengawalnya pun berpatroli. Membangunkan para rakyat yang sedang tertidur pulas dan mengeluarkan mereka dari rumah-rumahnya. Mereka menyisir penduduk dari rumah ke rumah. Dengan sabar mereka membangunkan para penduduk.
Lalu aktivis dakwah itu bertanya kepada jama'ah: "Bapak-bapak sekalian! Mungkinkah pada malam itu ada yang tertidur?" Para hadirin terlihat bingung lantas da'i itu melanjutkan: "Tentu saja malam itu ada penduduk yang terlewat dari pantauan para pengawal dan tetap tidur, begitu juga setiap kali mereka berpindah dari satu rumah ke rumah penduduk yang lain. Boleh jadi ada penduduk yang telah bangun dari tidurnya kembali lagi masuk ke dalam rumahnya dan melanjutkan tidur saat para pengawal meninggalkan rumah mereka. Lalu siapakah yang tidak mungkin tertidur pada malam itu?" Sang da'i diam sejenak memperhatikan jama'ah yang hadir lalu berucap:
"Para pengawal. Ya! Para pengawal tidak mungkin tertidur karena mereka sibuk berpatroli dan membangunkan penduduk. Demikianlah orang yang sibuk mengingatkan orang lain untuk selalu menebar kebaikan, orang-orang yang selalu mengajak orang lain mendekatkan diri kepada Allah, orang-orang yang terus menasehati orang-orang di sekelilingnya untuk waspada terhadap kematian dan siksa kubur. Ia akan terus terjaga dan tidak mudah lalai dari mengingat Allah".
Betapa beruntungnya saat Allah menganugerahkan kepada kita keluarga, tetangga, sahabat-sahabat yang tidak segan mengingatkan saat kita lalai. Yang selalu memperhatikan kekurangan kita dan segera meluruskan saat kita berbuat salah. Dan alangkah meruginya saat kita hanya mementingkan diri sendiri dalam ibadah, egois, tidak peduli dengan orang-orang di sekeliling kita. Hanya memikirkan keshalihan pribadi, menyelamatkan diri sendiri dan lupa terhadap orang lain.
Maha benar Allah dalam firmannya: "Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, dan mereka saling berwasiat dalam kebaikan dan saling berwasiat dalam kesabaran" (QS: Al-'Ashr: 1-3)
Semoga Allah selalu membimbing dan menuntun kita untuk terus mampu melihat kebenaran yang terpampang jelas di hadapan kita.
Madinatul Buuts Islamiyah
Kairo, 06 November 2010
email/ fb: ahdsyukri_isfaq@yahoo.com
Sabtu, 13/11/2010 09:05 WIB | email | print | share

Menata Emosi: Tetap Penuh Kasih

Menata Emosi: Tetap Penuh Kasih

Kamis, 11/11/2010 13:38 WIB | email | print | share
Oleh bidadari_Azzam
Beberapa tahun lalu, Saya melihat seorang ibu tengah mengomeli anaknya, “nih nyebelin banget! Makan mulu gak brenti-brenti… kalo minum, airnya tumpah mulu… emaknya gak bisa istirahat…”, bla..bla, dan seterusnya.
Sang ibu memang sering “blak-blakan” bahwa pusing menghadapi situasi ekonomi, uang belanja yang setiap hari terasa makin tidak mencukupi sebab kebutuhan yang kian meningkat, padahal konsumsi anak-anak cukup banyak, terutama di masa pertumbuhan.
Belum lagi biaya listrik, air, dan kebutuhan lain yang terus menjulang. Hal tersebut ternyata bisa meningkatkan emosi, mengurangi ungkapan dan kata-kata sayang kepada keluarga.
Di lain masa, ada ibu yang mudah sekali menjadi beringas dengan (menampar) memukul pipi, menarik telinga atau menjambak anak di saat emosi meninggi, latar belakang masalah tentu berbeda, emosi bisa naik gara-gara hari itu belum gajian, tidak dapat diskon belanja di pasar, atau bahan masakan sudah habis namun kantong menipis, ada pula gara-gara ibu sibuk mengurus skripsi karena masih kuliah, dll (seperti pengalaman pribadiku tentunya), astaghfirrulloh…
Suatu ketika di lain waktu, Saya mengunjungi rumah seorang ustadzah di dekat kampusku, selama beberapa jam bercakap-cakap disana, diskusi dan mendengarkan tausiyah beliau, dua anaknya sedang pergi bersekolah, tiga anak kecil di dekat tempat kami duduk yang ternyata anak-anak beliau sedang konsentrasi menyusun puzzle, permainan yang sangat disukai anak-anak.
Ada saatnya bosan, salah satu anak menuju dapur, mengambil segelas air, lalu meminumnya, namun tertumpah di baju dan lantai. Segera sang bunda mendekat seraya berkata, “wah pintarnya…mengambil minuman sendiri, hebat anak bunda!”, lalu dengan cekatan mengelap air di lantai dan membuka baju si anak yang basah, anaknya berlari ke arah kamar, mengambil baju ganti, saat keluar ruangan, telah berpakaian rapi kembali.
Sedangkan dua anak lain, ikut menuju dapur, sibuk mencari makanan lalu bersuapan gorengan dan buah yang mereka temukan di atas meja. Kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu rumah, ternyata seorang petugas yang biasanya menagih iuran listrik dan air, sang ustadzah pamit sebentar dari hadapan kami, lalu membayar iuran tersebut, ia lebihkan dananya seraya berkata perlahan, “kembaliannya buat bapak yah…”, pak tua penagih iuran itu mengucap terima kasih.
Saat duduk bersama kami kembali, sang ustadzah berkata, “bulan ini iuran listrik dan air naik lagi lho…”, seraya tersenyum. Saya teringat bahwa banyak ibu-ibu yang saling curhat mengenai sekelumit dana rumah tangga, apalagi inflasi yang begitu cepat. Sehingga tergelitik untuk bertanya, “tapi koq tenang-tenang aja yah,ummu? Padahal banyak orang yang ngedumel, kesal, apalagi Saya lihat ummu tenang dan nyantai aja sikapnya, sama anak-anak pun tetap penuh kasih sayang, di tengah kepenatan dan kondisi finansial yang juga membuat kepala pusing…”.
“Saya juga punya masalah, neng…pusing juga urusan dana keluarga yang harus diatur dengan baik, kebutuhan terus bertambah, sedangkan pemasukan tetap gak jauh berbeda…”, beliau menjawab jujur.
Namun…kalau kita terus-terusan memikirkan hal itu, tanpa ikhtiar untuk lebih memanage-nya, maksudnya menata hati, emosi, mengatur keuangan dengan lebih baik dll…makanya bisa jadi lebih mudah marah, kesal, dan keluarlah omelan-omelan terutama korban omelan adalah anak-anak…Padahal, anak-anak adalah amanahNYA, titipan harta yang paling berharga yang harus dijaga, dirawat dan dididik agar selalu menjadi penyejuk hati….”, lanjutnya.
“seorang ibu adalah sosok yang paling cepat diteladani anak-anaknya, sehingga sadar atau tidak sadar, saat anak mudah memukul teman, mudah memarahi orang sekitarnya, bisa jadi hal itu karena dia terbiasa melihat prilaku sang orang tua, terutama ibu yang memiliki waktu lebih lama bersama anak-anak…”, urainya.
Sungguh menyejukkan nurani, jikalau kita memiliki problema kemudian meminta saran atau nasehat kepada saudara/saudari yang sholeh, yang mengetahui perihal problema tersebut, terutama bila dikaitkan dengan dua pegangan kita : Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Dengan berbagi kepada orang yang tepat, bertukar pikiran dengan berbagai sudut pandang berbeda, saat itulah kita makin terlatih menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Insya Allah.
Ada beberapa tips agar hati kita tetap terjaga saat dirundung banyak masalah, apalagi saat ini makin perihnya pertiwi dirundung prahara, menata emosi sangat kita perlukan terutama mengenai anak-anak kita yang tengah merajut masa depan gemilang mereka :
1. Senantiasa mengingat Allah SWT,
Semoga dengan rahmat dan karuniaNya, Allah SWT membimbing kita untuk menjadi ahli zikir, memberikan kekuatan lahir dan batin untuk selalu mengingatiNya, memperbaiki ibadah dan membersihkan hati agar dapat menjadi hamba yang baik di hadapanNYA, dan di depan makhlukNya.amiin,
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam senantiasa mengingat Allah ‘Azza wa Jalla di setiap waktunya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Kebiasaan dan keadaan Nabi yang senantiasa mengingat Allah ini, berbanding lurus dengan apa yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur‘an,
“… Yaitu orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan tidurnya.” (Ali Imran: 190-191)
2. Saat hati gundah atu kesal, segeralah berwudhu bersama anak.
Berwudhu dapat meredakan amarah, Rasulullah SAW bersabda, Bila seorang Muslim atau mukmin berwudhu, ketika membasuh muka, maka keluar dari wajahnya dosa-dosa yang pernah dilakukan matanya bersama tetesan air yang terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya, maka keluarlah setiap dosa yang pernah dilakukan tangannya bersama tetesan air yang terakhir. Ketika membasuhkakinya, maka keluarlah dosa yang dijalani oleh kakinya bersama tetesanair yang terakhir, sampai ia bersih dari semua dosa. (HR Muslim).
Sebelum tidur pun, tak hanya mengajarkan gosok gigi, berwudhu sangatlah penting dilakukan sebelum tidur, Sebab dengan selalu menjaga wudhu, seseorang akan lebih terjaga perilaku serta kesehatan fisik dan jiwanya. Dari Al Bara’ bin ‘Azid, Rasulullah SAW bersabda, Kapan pun engkau hendak tidur berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat, berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan dan berdoalah (HR Bukhari).
Hikmahnya, kita mengawali tidur dengan wudhu dan tetap berzikir (mengingatNYA) maka tidur lelap kita bernilai ibadah, anak-anak yang masih kecil terbiasa seperti ini, insyaAllah hingga dewasa akan menjadi sosok muslim yang sholeh, senantiasa menjaga kesucian lahir-bathinnya.
3. Jangan bosan mengulang-ulang kata mesra dalam keluarga.
Seringkali kita merasa jengkel jika anak-anak lupa dan lupa lagi tentang suatu hal atau nasehat orang tua, janganlah bosan mengingatkannya, seraya ditambahkan kata-kata mesra dan penuh rasa sayang dalam tiap momen menasehatinya. Biasanya, saat bermain di taman, sebelum tidur, sebelum berangkat sekolah, usai sholat, atau selagi membereskan piring setelah makan, adalah waktu-waktu “jeda” yang efektif untuk mengungkapkan untaian nasehat terbaik buat anak.
4. Bercerminlah, sambil membaca do’a kepadaNYA,
“ Ya Allah! sebagaimana Engkau telah memberiku rupa yang baik, maka jadikanlah baik pula akhlaqku, Amin” , di depan cermin ada wajah cantik atau tampan bila tersenyum, dan sungguh jelek serta menyeramkan bila sedang marah atau kesal, pikirkan bagaimana “kenangan bagi mujahid kecil kita” saat memandang orang tua yang menyeramkan di depannya,saat amarah membuncah di dada, naudzubillah...
5. Tetap bersyukur dan bersabar sebagai solusi,
Mari kita bersyukur atas permasalahan yang ada, artinya Allah SWT menyayangi kita, percaya bahwa kita dapat menemukan solusinya. Memiliki anak-anak sebagai amanahNya harus selalu disyukuri, masih banyak saudara kita yang diberikan ujian berat dengan tidak dapat melahirkan anak-anak dari rahimnya sendiri, dll. Sedangkan bagi kita yang telah dititipi harta terindah ini, kesabaran adalah kunci sukses untuk tetap menata hati saat merawat dan mendidik mereka. PesanNYA, “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”, (QS. Luqman : 31)
Semoga setinggi apapun inflasi dan sesulit apapun kondisi saat ini, kita semua mampu menata kalbu, mengontrol emosi diri, sehingga tetap santun menghadapi semua mujahid kecil, penyejuk mata dan hati kita, sosok anak-anak harapan bangsa dan merupakan generasi yang menjadi penerus cita-cita umat.

(bidadari_Azzam, seorang Ibu yang masih harus lebih banyak belajar, terutama tentang kesabaran& keikhlasan. Krakow, pengalaman pribadi, 4 november 2010)
 

Rabu, 10 November 2010

Mengenal Usamah bin Zaid

Mengenal Usamah bin Zaid


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgl848FfG_zYcr4jXs9vBQcZcIzYLLfNDa-NXx9cItHym9D3BxUF9UJif3nNkGaZc_QS2NWk4ufupFClMgLPRd8QrzDzF5KsJSbeP12cxMGe7AL80EN3dQkh4ExMG42eokDhAkZ_LzNMU/s400/tentara-islam.jpg

Islamedia: Usamah bin Zaid, sebuah pribadi yang sederhana, tapi betapa Rasulullah SAW mencintai beliau dan keluarganya sehingga kelahirannya menjadi suka cita untuk Rasulullah dan di kalangan kaum muslimin, hingga di berikan gelar "*Al-Hibb wa Ibnil Hibb"*. Seorang pemuda, pemimpin, panglima dan penakluk dunia.

Ketika itu Rasulullah saw. sedang susah krn tindakan kaum Qurasy yg menyakiti beliau dan para sahabat. Kesulitan dan kesusahan berdakwah menyebabkan beliau senantiasa harus bersabar. Dalam suasana seperti itu tiba-tiba seberkas cahaya memancar memberikan hiburan yg menggembirakan. Seorang pembawa berita mengabarkan kepada beliau “Ummu Aiman melahirkan seorang bayi laki-laki.” Wajah Rasulullah berseri-seri krn gembira menyambut berita tersebut. Siapakah bayi itu? Sehingga kelahirannya dapat mengobati hati Rasulullah yg sedang duka berubah menjadi gembira ? Itulah dia* Usamah bin Zaid. *

Para sahabat tidak merasa aneh bila Rasulullah bersuka-cita dgn kelahiran bayi yg baru itu. Karena mereka mengetahui kedudukan kedua orang tuanya di sisi Rasulullah. Ibu bayi tersebut seorang wanita Habsyi yg diberkati terkenal dgn panggilan “Ummu Aiman”. Sesungguhnya Ummu Aiman adl bekas sahaya ibunda Rasulullah Aminah binti Wahab. Dialah yg mengasuh Rasulullah waktu kecil selagi ibundanya masih hidup. Dia pulalah yg merawat sesudah ibunda wafat. Karena itu dalam kehidupan Rasulullah beliau hampir tidak mengenal ibunda yg mulia selain Ummu Aiman.

Rasulullah menyayangi Ummu Aiman sebagaimana layaknya sayangnya seroang anak kepada ibunya. Beliau sering berucap “Ummu Aiman adl ibuku satu-satunya sesudah ibunda yg mulia wafat dan satu-satunya keluargaku yg masih ada.” Itulah ibu bayi yg beruntung ini. Adapun bapaknya adl kesayangan Rasulullah Zaid bin Haritsah.

Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai anak angkatnya sebelum ia memeluk Islam. Dia menjadi sahabat beliau dan tempat mempercayakan segala rahasia. Dia menjadi salah seorang anggota keluarga dalam rumah tangga beliau dan orang yg sangat dikasihi dalam Islam. Kaum muslimin turut bergembira dgn kelahiran Usamah bin Zaid melebihi kegembiraan meraka atas kelahiran bayi-bayi lainnya. Hal itu bisa terjadi krn tiap-tiap sesuatu yg disukai Rasulullah juga mereka sukai. Bila beliau bergembira mereka pun turut bergembira. Bayi yg sangat beruntung itu mereka panggil *“Al-Hibb wa Ibnil Hibb”* .

Kaum muslimin tidak berlebih-lebihan memanggil Usamah yg masih bayi itu dengap panggilan tersebut. Karena Rasulullah memang sangat menyayangi Usamah sehingga dunia seluruhnya agaknya iri hati. Usamah sebaya dgn cucu Rasulullah Hasan bin Fatimah az-Zahra. Hasan berkulit putih tampan bagaikan bunga yg mengagumkan. Dia sangat mirip dgn kakeknya Rasulullah saw. Usamah kulitnya hitam hidungnya pesek sangat mirip dgn ibunya wanita Habsyi. Namun kasih sayang Rasulullah kepada keduanya tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah lalu meletakkan di salah satu pahanya. Kemudian diambilnya pula Hasan dan diletakkannya di paha yg satunya lagi. Kemudian kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya seraya berkata “Wahai Allah saya menyayangi kedua anak ini maka sayangi pulalah mereka!”

Begitu sayangnya Rasulullah kepada Usamah pada suatu kali Usamah tersandung pintu sehingga keningnya luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh Aisyah membersihkan darah dari luka Usamah tetapi tidak mampu melakukannya. Karena itu beliau berdiri mendapatkan Usamah lalu beliau isap darah yg keluar dari lukanya dan ludahkan. Sesudah itu beliau bujuk Usamah dgn kata-kata manis yg menyenangkan hingga hatinya merasa tenteram kembali. Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil tatkala sudah besar beliau juga tetap menyayanginya.

Hakim bin Hazam seorang pemimpin Qurasy pernah menghadiahkan pakaian mahal kepada Rasulullah. Hakam membeli pakaian itu di Yaman dgn harga lima puluh dinar emas dari Yazan seorang pembesar Yaman. Rasulullah enggan menerima hadiah dari Hakam sebab ketika itu dia masih musyrik. Lalu pakaian itu dibeli oleh beliau dan hanya dipakainya sekali ketika hari Jumat. Pakaian itu kemudian diberikan kepada Usamah. Usamah senantiasa memakainya pagi dan petang di tengah-tengah para pemuda Muhajirin dan Anshar sebayanya. Sejak Usamah meningkat remaja sifat-sifat dan pekerti yg mulia sudah kelihatan pada dirinya yg memang pantas menjadikannya sebagai kesayangan Rasulullah.Dia cerdik dan pintar bijaksana dan pandai takwa dan wara. Ia senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

Waktu terjadi Perang Uhud Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah saw. beserta serombongan anak-anak sebayanya putra-putra para sahabat. Mereka ingin turut *jihad fi sabilillah*. Sebagian mereka diterima Rasulullah dan sebagian lagi ditolak krn usianya masih sangat muda. Usamah bin Zaid teramasuk kelompok anak-anak yg tidak diterima. Karena itu Usama pulang sambil menangis. Dia sangat sedih krn tidak diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah. Dalam Perang Khandaq Usamah bin Zaid datang pula bersama kawan-kawan remaja putra para sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan lbh tinggi agar beliau memperkenankannya turut berperang. Rasulullah kasihan melihat Usamah yg keras hati ingin turut berperang. Karena itu beliau mengizinkannya Usamah pergi berperang menyandang pedang *jihad fi sabilillah*. Ketika itu dia baru berusia lima belas tahun. Ketika terjadi Perang Hunain tentara muslimin terdesak sehingga barisannya menjadi kacau balau. Tetapi Usamah bin Zaid tetap bertahan bersama-sama denga ‘Abbas Sufyan bin Harits dan enam orang lainnya dari para sahabat yg mulia. Dengah kelompok kecil ini Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi kemenangan. Beliau berhasil menyelematkan kaum muslimin yg lari dari kejaran kaum musyrikin. Dalam Perang Mu’tah Usamah turut berperang di bawah komando ayahnya Zaid bin Haritsah. Ketika itu umurnya kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan dgn mata kepala sendiri tatkala ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi Usamah tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan dia terus bertempur dgn gigih di bawah komando Ja’far bin Abi Thalib hingga Ja’far syahid di hadapan matanya pula. Usamah menyerbu di bawah komando Abdullah bin Rawahah hingga pahlawan ini gugur pula menyusul kedua sahabatnya yg telah syahid. Kemudian komando dipegang oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah komando Khalid. Dengan jumlah tentara yg tinggal sedikit kaum muslimin akhirnya melepaskan diri dari cengkeraman tentara Rum. Seusai peperangan Usamah kembali ke Madinah dgn menyerahkan kematian ayahnya kepada Allah SWT. Jasad ayahnya ditinggalkan di bumi Syam dgn mengenang segala kebaikan almarhum.

Pada tahun kesebelas hijriah Rasulullah menurunkan perintah agar menyiapkan bala tentara utk memerangi pasukan Rum. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar Shidiq Umar bin Khattab Sa’ad bin ABi Waqqas Abu Ubaidah bin Jarrah dan lain-lain sahabat yg tua-tua. Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid yg muda remaja menjadi panglima seluruh pasukan yg akan diberangkatkan. Ketika itu usia Usamah belum melebihi dua puluh tahun. Beliau memerintahkan Usamah supaya berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Daarum dekat Gazzah termasuk wilayah kekuasaan Rum. Ketika bala tentara sedang bersiap-siap menunggu perintah berangkat Rasulullah saw. sakit dan kian hari sakitnya makin keras.Karena itu keberangkatan pasukan ditangguhkan menunggu keadaan Rasulullah membaik. Kata Usamah “Tatkala sakit Rasulullah bertambah berat saya datang menghadap beliau diikuti orang banyak setelah saya masuk saya dapati beliau sedang diam tidak berkata-kata krn kerasnya sakit beliau. Tiba-tiba beliau mengangkat tangan dan meletakkannya ke tubuh saya. Saya tahu beliau memanggilku.” Tidak berapa lama kemudian Rasulullah pulang ke rahmatullah. Abu Bakar Shidiq terpilih dan dilantik menjadi khalifah.

Khalifah Abu Bakar meneruskan pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid sesuai dgn rencana yg telah digariskan Rasulullah. Tetapi sekelompok kaum Anshar menghendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta Umar bin Khattab membicarakannya dgn Khalifah Abu Bakar. Kata mereka “Jika khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman pasukan sebagaimana dikehendakinya kami mengusulkan panglima pasukan yg masih muda remaja ditukar dgn tokoh yg lbh tua dan
berpengalaman.” Mendengar ucapan Umar yg menyampaikan usul dari kaum Anshar itu Abu Bakar bangun menghampiri Umar seraya berkata dgn marah “Hai putra Khattab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasululllah. Demi Allah tidak ada cara begitu!” Tatkal Umar kembali kepada orang banyak mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dgn khalifah tentang usulnya. Kata Umar “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah belaiu menolak dan malahan saya kena marah. Saya dikatakan sok berani membatalkan keputusan Rasulullah.

Maka pasukan tentara muslimin berangkat di bawah pimpinan panglima yg masih muda remaja Usamah bin Zaid. Khalifah Abu Bakar turut mengantarkannya berjalan kaki sedangkan Usamah menunggang kendaraan. Kata Usamah “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan Anda naik kendaraan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki. ” Jawab Abu Bakar “Demi Allah! jangan turun! Demi Allah! saya tidak hendak naik kendaraan! Biarlah kaki saya kotor sementara mengantar engkau berjuang fisabilillah! Saya titipkan engkau agama engkau kesetiaan engkau dan kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!” Kemudian Khalifah Abu Bakar lbh mendekat kepada Usamah. Katanya “JIka engkau setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal utk membantu saya. Usamah kemudian mengizinkannya. Usamah terus maju membawa pasukan tentara yg dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakan sebaik-baiknya. Tiba di Balqa’ dan Qal’atud Daarum termasuk daerah Palestina Usamah berhenti dan memerintahkan tentaranya berkemah.
Kehebatan Rum dapat dihapuskannya dari hati kaum muslimin. Lalu dibentangkannya jalan raya di hadapan mereka bagi penaklukan Syam dan Mesir. Usamah berhasil kembali dari medan perang dgn kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yg banyak melebihi perkiraan yg diduga orang. Sehingga orang mengatakan “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dgn selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yg dibawa pasukan Usamah bin Zaid.” Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti sunah Rasulullah dgn sempurna dan memuliakan pribadi Rasul. Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya Abdullah bin Umar krn melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan utk Usamah empat ribu sedangkan kepada saya hanya tiga ribu. Padahal jasa bapaknya agaknya tidak akan lbh banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar “Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lbh disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan pribadi Usamah lbh disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lbh banyak daripada jatah yg diterimanya. Apabila bertemu dgn Usamah Umar menyapa dgn ucapan *“Marhaban bi amiri!” * . Jika ada orang yg heran dgn sapaan tersebut Umar menjelaskan “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada para sahabat yg memiliki jiwa dan kepribadian agung seperti mereka ini. Wallahu a’lam.

Sumber * Shuwar min Hayaatis Shahabah* Dr. Abdur Rahman Ra’fat Basya Al-Islam - *Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia *

Senin, 08 November 2010

Bersedekah, Jalan ke Allah

Bersedekah, Jalan ke Allah


Tidak sedikit orang yang merindukan agar
mencapai derajat laa khaufun'alaihim walaa hum yahzanuun, yaitu orang-orang
yang Allah cabut dari hatinya perasaan sedih, kecemasan dan ketakutan terhadap
segala sesuatu. Yaitu orang-orang yang telah mencapai derajat menjadi kekasih
Allah.

Namun, sedikit sekali orang yang tahu jalan
untuk mencapai derajat ini. Yang salah satu jalannya melalui kebiasaan
bersedekah. Bersedekah telah menjadi suatu karakter yang mendarah daging dari
seorang Muslim yang menginginkan menjadi kekasih-Nya. Dikala lapang maupun
sempit, disaat berkecukupan maupun kekurangan.

Inilah barangkali mengapa Rasulullah
menyerukan kepada sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk agar mengeluarkan sedekah.
Apalagi saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah, yaitu
surat
al-Baqarah ayat 261.

Seruan itu disambut oleh para sahabat
dengan begitu antusias. Ada Abdurrahman bin Auf, yang menyerahkan separuh
hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Juga ada Usman bin Affan, yang tanpa
ragu menggunakan hartanya untuk melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka
yang akan berperang. Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat
dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat
siang, satu dirham secara terang-terangan dan satu dirham lagi secara
diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan
spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini karena selain mereka yakin
akan balasan yang berlipat dari Allah dan Rasul-Nya, mereka-para sahabat-juga
meyakini, bersedekah adalah bukti ketaatan dan kepatuhan mereka kepada Allah.
Bukti pengabdian dan cinta hanya kepada-Nya. Sehingga apapun yang Allah
perintahkan melalui Rasulnya, mereka tanpa ragu laksanakan.

Saudaraku, tentu saja tidak salah bila
mengharapkan balasan yang berlipat akan sedekah yang kita keluarkan. Manfaat
bersedekah sebagai penolak bala dan penyubur pahala memang merupakan janji dan
jaminan Allah, tidak perlu kita ragukan. Namun, akan lebih baik bila sedekah
dapat diartikan sebagai sarana untuk semakin dekat kepada-Nya. Bersedekah
adalah jalan memupuk keikhlasan semata-mata karena Allah, bukti kepatuhan dan
cinta seorang hamba kepada Khaliknya.

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita sebagai
orang-orang yang memiliki kesanggupan menyedekahkan sebagian harta dikala
lapang maupun sempit. Dan mampu bersedekah dengan penuh keikhlasan agar menjadi
hamba-Nya yang sejati. Amin.

------------ ----
sumber: cyberMQ.com